"Innalillahi wa innalillahi rojiun"
Kalimat pertama yang
terucap dibibir dengan hati bergetar saat berita duka datang mengguncang
Senja. Suara sedih bude diujung telepon, seakan melayang diatas awan.
Separuh tak percaya tapi bener terjadi, berusaha menyimak baik - baik. "
Kabari adik - adikmu ya, Nik. Bude disini urus jenazah Bapa dan Mama
jadi sampai Bandung Tinggal dimakamkan."
"Ya Bude, terimakasih,"bisiknya lirih.
"
Kamu harus tabah, Nik, demi adik-adikmu,"kata Bude lagi.Setahu
Nika,sebetulnya bude juga berkata itu untuk menguatkan dirinya
sendiri.Kepergian mendadak menyentakan kesadaran bahwa umur titipan
tuhan, tak pernah bisa ditebak kapan diambil oleh sang pemilik.
"Ya,Bude,
terimakasih," ulang dengan suara tersendat. Beberapa detail pengurusan
jenazah disebut Bude berikutnya sudah tak bisa dingat lagi hanya pasang
tenda dan pesan makam yang membekas,tak peduli apalagi isi pesan itu ,
segera memeluk Andi yang sedari tadi memandangnya dengan penuh cemas.
"
Bapa, Mama...kecelakan mobil...meninggal di Solo," katanya terbata-
bata disela air mata yang tumpah dipelukan Andi tunangannya. Andi
Memeluk Erat dan terhanyut dalam kesedihan tunangannya.Calon mertuanya
pasangan yang sehat dan bahagia. Minggu kemarin beliau antusias
menghadiri pesta pernikahan putri Bude di Solo. Sementara sebari memeluk
, Andi berusaha menegarkan tunangannya." Ikhlaskan Ade...relakan.Ingat
adik-adikmu."
Perlahan-lahan, Nik mengangguk,bersadar pada pundak
Andi, dan mulai menelepon Adik adiknya, Gita dan Gilang,berserta
kerabat, dan sahabat yang lain. Tangis pecah dimana mana.Memacu mobil
menuju rumah di wilayah Bandung selatan.
Pukul Sembilan
malam berdentang, Gita tiba dari Jakarta. Dia menjerit - jerit, " Apa
kubilang, apa kubilang! harusnya naik pesawat saja ndak usah mobil
sambil menangis dalam pelukan Nika.
" Aku ndak rela mbak, aku
belum bisa bahagiakan mereka.Mbak ingat, betapa aku mengecewakan bapa
mama dengan nekat kabur ke jakarta untuk menjadi model. Masih Banyak "
Mbak ingat..." diucapkan Gita disela isak tangisnya. Kepergian mendadak
menyadarkan Gita akan rasa sesal karena telah menggoreskan kekecewaan
dan kesedihan di hati orangtuanya. Sementara ada sosok yang nyaris luput
dari perhatian, seorang bungsu bernama Gilang. Dia duduk disudut rumah
dengan hati tak kalah retak.Berita ini mengejutkan, Dia ndak siap, tak
sanggup untuk siap. Dalam ruang keluarga tempat berkumpul saat ini, air
mata mulai menetes satu demi satu.Gilang membayangkan wajah teduh mama
yang begitu tulus mencintainnya tanpa syarat walaupun narkoba telah
merusaknya, wajah tegas bapa pun terbayang didepan walaupun pada awalnya
bapa sangat marah tapi beliaulah yang sibuk mencari beberapa tempat
rehab agar anaknya terbebas dari narkoba.Berbeda dengan Mbak Nika dan
Mbak Gita yang menganggapnya sampah keluarga yang ndak berguna.Jika Mbak
Gita dengan air matanya berhasil menarik perhatian simpati dan rasa
kasihan sanak saudara yang melayat malam itu, Gilang lebih nyaman
sembunyi dibelakang Mba Nika yang tabah menerima ucapan duka cita dari
seluruh keluarga. Para tamu memeluk dan menghibur Mbak Nika dan Mbak
Gita serta mengusap usap kepala gilang seakan mempertanyakan, kasihan
kau adik kecil bagaimana masa depanmu setelah bapa dan mama tak ada.
Tangis masih pecah dimana mana.
Hari berganti hari, bulan
berlalu. Mbak Nika kembali sibuk dengan perusahaan yang dikelola olehnya
sejak tiga tahun lalu sebelum bapa tiada. Mbak Gita sudah kembali ke
Jakarta, menerima kenyataan bapa mama berpulang dan kembali sibuk dengan
perkerjaan modelnya.Hanya Gilang yang masih Galau dan akhirnya datang
menemui Mbak Nika untuk bicara.Gilang Juga mengundang Mbak Gita untuk
datang, ada rapat keluarga begitu Gilang bilang pada mbak mbaknya.
" Mbak, Aku meminta pendapat mbak," Gilang mengawali rapat keluarga
"Soal?" tanya Nika nyaris tak peduli
"Kita harus apakan rumah ini?"
"Maksud kamu ?" tanya Nika alis terangkat.
"Kamu kan yang bakal tinggal disini, urus saja rumah itu," kata Mbak Gita datar.
"Aku
tidak bisa kalo biayain rumah ini sendirian. Listrik mahal, Air juga
mahal , pembantu sama sopir sudah aku berhentikan semua. Mbak kan tahu
beberapa sih penghasilan fotocopy gini."
" Jadi ini semua soal uang? Kamu ingin mbak bantu biayain rumah itu?" tanya mbak Nika dengan nada tinggi.
Inilah akibatnya narkoba !
" Daripada pusing, kita jual saja,lalu kita bagi."usul Mbak Gita tiba tiba
" Terus? Bagaimana kita membaginya?
" Bagi bertiga sama rata,Beres,kan," kata mbak Gita
"
Menurut hukum Islam , hak perempuan separo hak laki laki," Gilang
berusaha membagi ilmu yang iya dapat di tempat rehab berbasis pesantren,
tanpa niat buruk apapun. Gilang tak menyangka Mbak gita akan marah
gitu.
"Dasar Bocah!" Senaknya saja bicara, aku mau hak yang sama,
sudah banyak uang bapa mama yang kau habiskan untuk mengobati narkoba."
Mbak gita berapi- api.
" Gilang cuma menyampaikan yang benar," kata Mbak Nika menengahi.
Kemarahan Mbak Gita segera berpindah arah. " Mbak juga serakah ! sudah Bapa kasih Perusahaan masih juga mau pembagian rumah.
Tuduhan
Mbak Gita menyulut kenyataan yang Mbak Nika pendam selama ini.Dengan
nada tinggi " ini bukan mauku!!! ini juga bukan pilihanku!!! Bapa mama
tidak punya pilihan lain tidak bisa mengandalkan kalian. Cuma aku yang
bisa diandalkan.Cuma aku!!!
Gilang dan Mbak Gita cuma bisa tertegun mereka ndak menyangka , Mbak Nika bisa begitu emosional.
Beberapa
menit berlalu dalam kebisuan.Dengan suara bergetar " Aku sendiri punya
impian memiliki travel seperti temen kuliahku , Aku korbankan impian
buat meneruskan bisnis bapa. Kalian ingat,cuma aku yang ada di sini.
Cuma Aku! Coba Tanya diri masing masing tiga tahun kalian dimana ?"
Mbak
Gita membuang muka kejendela, Gilang cuma tertunduk mereka tak
menyangka kemarahan mba Nika seperti itu. Mbak Nika bener tiga tahun
lalu kita cuma dia yang ada.Mbak Gita dijakarta sibuk dengan kegiatan
Model sedangkan Gilang asyik dugem narkoba.
Pertemuan keluarga ini
berakhir buntu." Kita ketemu lagi Lusa dikantor om Robby, Mbak
sampaikan dulu pada beliau mungkin beliau bisa bantu" ujar mbak Nika.
Mbak Gita pulang dengan rasa kesal dan Gilang Pamit pulang sambil
berbisik ok Mbak lusa Insya Allah aku datang. Om Robby adalah seorang
notaris dan pengacara yang biasa membantu perusahan untuk urus urus
surat kontrak dan lain lain.
Ketika Lusa akhirnya datang
juga, Mbak Gita datang tepat waktu ke kantor Om Robby. "silahkan duduk
dulu, Bu. Pak Robby segera turun," kata seorang perempuan manis.
Perempuan itu April asisten Om Robby, dia mempersilahkan untuk duduk
diruang meeting yang telah disiapkan.
"Sudah datang Mbak dan adikku?" tanya Mbak Gita ketus
" Maaf, Bu. Baru ibu yang datang." kata April sambil tersenyum
Untung Pak Robby segera datang sehingga April langsung berlalu. Didepan pintu hampir menabrak seseorang.
"Maaf ,saya terburu buru. Om Robby ada ?"
"Sudah diruang meeting dengan ibu Gita, Pak," kata April
Sebuah suara lembut milik mbak Nika terdengar, " Gilang,tunggu mbak!"
April segera mempersilahkan Nika dan Gilang ke ruang meeting.
Pertemuan
dimulai dengan kata- kata Om Robby ." Seperti yang diminta Nika
kemarin, Om sudah mengumpulkan kembali semua surat surat legal
peninggalan bapa dan mama kalian. Bapa dan mama kalian tidak
meninggalkan surat wasiat.
"Kami berencana menjual rumah itu Om, Karena Gilang sudah tidak sanggup merawatnya." kata Nika membuka
"Boleh saja ,Pasti cepat laku karena letaknya strategis." kata Om Robby
"Bagaimana mengurus pembagiannya,Om? untuk itulah kami datang kesini meminta pendapat om," kata Gita cepat.
"Om
Robby mulai dengan hati hati menjelaskan, Om sudah kumpulkan semua akta
akta yang pernah dibuat bapa kalian namun dari surat surat itu sebagian
mengenai perjanjian bisnis dan penunjukan Nika sebagai Presiden
direktur disana menggantikan Bapamu.Seperti yang kalian tahu ini sudah
berjalan tiga tahun.
"Bapa tidak pernah meminta pendapatku tentang
pengangkatan Mbak Nika jadi presdir, dan mewarisi seluruh aset
perusahaan." kali ini Gita menggygat.
Muka Mbak Nika memerah menahan marah. Nika hanya berucap, " Bagaimana pendapat Om Robby?"
"Itu
hak Bapa kalian. Om rasa tidak perlu meminta pendapat Gita. lagi pula
saat itu, kamu ngga ada , justru dulu om yang memberikan masukan agar
pengangkatan itu disahkan notaris , supaya secara hukum bahwa itu
kehendak bapa kalian."
"Jadi Bapa tidak meninggalkan surat wasiat tentang rumah itu?" kali ini Gilang Bicara
" Sayangnya, begitulah.
"
Karena Bapa dan mama kalian tidak meninggalkan amanat apa pun, tentu
saja om kembalikan kepada kalian bagaimana pembagiannya, apa mau sesuai
syariat Islam atau kalian punya kesepakatan sendiri.Om nanti yang bantu
urus legal jual beli dan surat suratnya.
Pertengkaran
kembali pecah. Gita yang emosi karena gugatan tentang perusahan yang
diwariskan ke mbak Nika di mentahkan om Robby . Gita bersikap keras agar
penjualan dibagi rata sama besar. Gita keluar sambil membanting pintu
sambil memaki. Sementara Nika tersinggung dengan sikap adiknya yang
tidak menghargai usahanya untuk mempertahankan perusahaan ini dan
mengorbankan mimpinya sendiri, Nika pun keluar ruang dengan rasa
kesal.Hanya Gilang yang tinggal sejenak menikmati kopi bersama om Robby
lalu pamit pulang.
Waktu berputar, hari bergulir, minggu
berlalu dan bulan berganti, Gilang didera gelisah karena tidak kunjung
ada putusan nasib ini rumah akhirnya dia berkemas lalu menerima ajakan
temennya untuk kerjaan di Surabaya.
Musim berganti dan dua tahun
berlalu, Walau sudah betah di surabaya kerinduan akan kota kelahirannya
membuat Gilang kembali ke Bandung.Sekadar ingin melihat rumah yang penuh
kasih sayang dulu Gilang mampir, terkejut didepan pagar nyaris habis
berkarat, atap mulai runtuh menyisikan dinding dinding berlumut. Gilang
merasa sedih ,hatinya pedih mendapati kenyataan dia tak mampu berbuat
banyak untuk menyelamatkan rumah itu. Sedih tidak merubah sesuatu
akhirnya Gilang nekat menemui Mbak Nika.
Nika menyambut
dengan hangat, lama tak bertemu membuat mbak nika ingin tahu
keadaaannya. "Gimana kerjamu di Surabaya?" tanya Nika basa basi.
"Sungguh menyenangkan Mbak disana. Aku Betah dan senang tinggal dan kerja diSurabaya.
" Mbak , bagaimana jika kita buatkan bapa dan mama rumah disurga?"
Nika berpaling." Maksudmu?"
"
Rumah Bapa dan mama daripada ngga terawat dan ambruk, lebih baik
tanahnya kita wakafkan saja , lalu dibangun mesjid!" kata Gilang
Semangat.
Kalimat yang diucapkan Gilang dengan mantap itu ternyata
membuat Nika kagum, Subhanallah ,benarkah Gilang Adikku yang berucap
begitu?"
Nika jadi malu sendiri , sebelum ini dia selalu merasa
lebih baik dari adiknya tanpa ragu Nika setuju dengan usulan Gilang, ini
kesempatan berbuat baik buat bapa mama yang telah tiada dengan membuat
rumah disurga.
Pertemuan Selanjutnya digelar kembali di
kantornya Om Robby. Gita yang mendengar rencana pembangunan masjid itu
datang dengan kesal.Nika mengawali pertemuan dengan , " Gita, seperti
yang mungkin sudah kamu dengar, aku dan Gilang berniat mewakafkan tanah
rumah bapa dan mama membangun mesjid, aku yakin kamu juga akan setuju.
Hal
itu justru membuat Gita kesal dan balik marah." Mbak, tanah itu, rumah
itu lebiih bermanfaat buat kita yang masih hidup. Mbak bisa
mengembangkan perusahaan. Aku bisa menambah modal untuk outlet baruku.
Om
Robby segera menengahi." Kalian bertiga harus sepakat untuk melepas hak
atas tanah itu.jangan sampai ada sengketa tanah dikemudian hari. Gita
geram dan mengganggap pertemuan ini akan sia sia tidak akan mencapai
titik temu seperti sebelumnya terjadi. Akhirnya Gita berlalu
meninggalkan ruangan dengan emosi.
Om Robby mendekati Nika
dan Gilang lalu berkata, " Kita coba minta bantuan Bude? mungkin beliau
bisa yakinkan Gita buat tanda tangain surat menyurat legal pembangunan
mesjid.Sebulan berlalu tanpa kepastian. Nika dan Gilang hanya bisa
mendengar kabar Bude mengajak Gita umroh melupakan kesedihan atas
kepergian bapa dan Mama. Namun saat keduanya pulang Bude membawa
kejutan. Bude berhasil membujuk , Gita setuju menandatanganin surat
surat itu melepaskan haknya atas lahan dan menyetujui mewakafkan tanah
untuk pembangunan sebuah mesjid.
Nika dan Gilang kembali
antusias dengan proyek ini, Nika meminta tolong temen - temen arsiteknya
untuk mendesain masjid dengan konsep hablu minalallah, hablu minanas .
Mesjid dibangun dua lantai.Gita tak pernah menengok proyek pembangunan
mesjid. Tepat tiga tahun berpulangnya bapa dan mama, masjid itu telah
tegak berdiri dengan indahnya.Sejak matahari pagi masih malu tersenyum,
masjid mulai rame dengan kedatangan orang yang berkumpul.Suara ayat ayat
suci dilantunkan dengan indah menyentuh hati siapa saja yang
mendengarkannya. janur kuning yang melengkung disudut pagar pintu masuk
menandai hari ini adalah hari bahagia.Hari ini Mbak Nika akan menikah.
Dia dipersunting oleh Andi , Seorang Penerbang salah satu maskapai
ternama. Keluarga pengantin wanita sudah siap diruang serba guna masjid.
Gilang menyapa saudara saudara dengan hangat berusaha menjadi tuan
rumah yang baik.Suasana hangat kekeluargaan itu dikejutkan oleh Gita
yang kembali hadir dengan berurai air mata masuk keruang serbaguna dan
langsung memeluk Mbak Nika."Maafkan Gita , Mbak. Maafkan Mbak," cuma itu
yang sanggup terucap sambil sedu. Gilang memandang kejadian heboh itu
dengan heran.Setelah menunggu tenang barulah Gita berucap " Sebetulnya
Gita sering kesini.Luar biasa. Ini mesjid yang indah, tapi aku terlalu
gensi untuk bertemu kalian."Sampai dengan semalam, aku bermimpi bapa dan
Mama datang dalam mimpiku, mereka tersenyum, memelukku dan berbisik,
terimakasih telah membuatkan kami rumah disurga" dan tangis perempuan
itu kembali pecah,air matanya kembali berlinang.Nika mengusap matanya
yang basah, Gilang sudah lebih dulu menangis sambil memeluk erat kakak
perempuannya.Ingatan mereka bertiga kembali melayang pada bapa dan
mamanya yang telah mewariskan hal besar yang mereka butuhkan.Mereka
memerpercayai Nika memimpin perusahaan, merestui Gita jadi model dan
menyembuhkan Gilang dari narkoba,semua berarti banyak buat masing
masing, Kini saatnya membalas semua kebaikan bapa dan mama dengan
membangun sebuah rumah disurga.
Kamis, 01 Agustus 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
Andi AF Studio mengatakan...
pantas saja tiba-tiba ingin bw dan ingin berkunjung ke blog ini, rupanya di postingan 6 hari yang lalu ini nama saya disebut-sebut :D
wkwkwkwk
riscyfernanda mengatakan...
waw bagus mbak ceritanya :)
Unknown mengatakan...
kematian memang selalu datang tak terduga. Membaca postingan ini, tiba2 saya teringat ceramah seorang ustad, tentang bagaimana sikap seorang muslim apabila mendapat berita duka.
salam kenal aja ya blogger smile corner ^_^
Posting Komentar