Ibu, jadi orang kaya itu enak, ya? si Imut Ning yang sedang makan di pojok meja membuka percakapan, memperhatikan ibu nya yang sedang sibuk dengan sayur asemnya. Sayur asem kesukaan bapa tersayang.
Ibu tersenyum memandang Ning, senyumnya yang cantik itu selalu menghiasi bibirnya . " Enak gimana?"
" Ya enak. Apa apa tinggal beli, beli sepatu, boneka,pizza, burger...." Sambil nyerocos." Coba lihat kita, Ibu beli baju cuma setahun sekali pas lebaran doang. Ibu terenyuh mendengar kata kata Ning. Pikirannya menerawang ,bayangan sepuluh tahun silam kembali hadir dipeluk mata. Rumah besar, honda jazz diparkiran, mpok dan tukang kebun serta seorang suami yang berprofesi sebagai wakil direktur ,hingga suatu ketika suaminya di fitnah telah melakukan korupsi dan hakim memutuskan bersalah dan sejak saat itu hidup semuanya langsung berubah ,waktu itu Ning belum lahir , sedangkan Nana putri sulungnya masih bayi .
" Kemarin Faris dibelikan sepeda sama ayahnya , Ning lihat dia memakainya.Asyik Ibu. Saat ning disuruh mencobanya ."
Ning ....! ocehan Ning berhenti oleh suara panggilan dihalaman depan.
"Ibu, ning main yaa..?" itu pasti Putri , Setelah mengangguk, Ning lari kehalaman tanpa dilihat kelopak mata ibu berair.
Saat itulah tanpa disadarinya, Nana masuk ia baru kembali dari pasar. " Nah....ketahuan, deh Ibu kok nangis?"
Ibu tak sempat menyembunyikan air matanya." Ndak, Na ...."
Nana menatap wajah ibunya . Na menunggu seperti biasanya, karena ibu tak pernah menyimpan masalah apapun, sebentar lagi Ibu pasti cerita.
" Na," ibu mulai bicara, " kok nasib kita ndak pernah berubah ya?"
" Ndak berubah gimana, Bu?"
" Katanya roda kehidupan itu berputar kadang diatas kadang dibawah . Tapi ....kenapa kita terus dibawah.
Na menarik nafas mungkin rodanya rusak bu jadi ndak berputar kata Ning dalam hati. Na tahu kemana arah pembicaraan Ibu. Maksud ibu...
" Iya ...kita ini kok miskin terus."
" Bu, jangan sebut kata kata itu , siapa bilang kita miskin?"
" Jadi, menurut Na kita ini gimana? lihat sekeliling, tetangga semua udah punya TV sedangkan kita...listrik juga ikut tetangga..."
" Ibu kok bicara seperti itu? selama ini Na sangat kagumin ibu, ibu tuh sabar, lembut, gigih,tak pernah mengeluh. Tapi apakah ibu ndak tidak bahagia?"
Ibu terdiam, lalu menggeleng " Ibu bahagia walau seperti ini cuma..." cuma ibu akan lebih bahagia kalau kita seperti dulu lagi."
" nah itu dia, kebahagian adalah kekayaan yang tak bisa di beli , kita harus bersyukur ibu karena kita masih hidup dan punya tempat tinggal masih banyak orang yang tak seberuntung kita.
Ibu mendengar Nana dengan tersenyum, senyum bangga pada putrinya , dia selalu lebih dewasa dibandingkan dengan usianya tak pernah mengeluh dengan keadaaan keluarganya." Maafkan bapa dan ibu ya, Na rasa kami belum pernah membuat bahagia." Ibu menunduk
" Ibu Ning bahagia , sangat bahagia siapa bilang ibu tak pernah membahagiakan Na? Ibu mengajarkan Na shalat, mengaji . Disitulah kebahagaian sebenernya ,Ibu bukan pada harta, tapi pada perhatian dan kasih sayang yang dilandasi keimanan.
" Assalamualaikum.."seru Na. Na melangkah kedalam rumah didinding papan itu, Rumah terindah yang pernah kumiliki,pikir Na setiap masuk rumah bagaimana tidak dirumah ini Nana dan Ning dibesarkan dan dirumah ini juga dikenalan nilai islam makanya Na bersyukur punya orang tua seperti bapa dan ibu.
"Kok udah pulang, Ibu yang lagi membungkus nasi buat bapa menegur Na.
" Ada rapat guru Bu ,Oya bu biar na yag anterin ke bapa yaa na pingin makan bareng sama bapa bugkus dua yaa bu..
Iya... tapi nanti langsung pulang ndak usah bantuin bapa ya
Memang kenapa , Bu ?
Ngga kamu kan harus anterin pesan kue ke rumahnya Ibu Rosa nanti, jawab Bu seadanya soalnya ia bertekad pekerjaan apa pun boleh dibantu kecuali tambal ban
Tapi kan kue dianterin nanti sore Bu , pokok langsung pulang Bu bilang.
" Ning mana , bu ?" Na keluar dari kamarnya, Bu tersentak dari lamunannya." Tadi main sama Putri mungkin kerumah Faris ."
Setelah pamitan , Na berangkat menuju tempat tambal ban bapa keluar pintu belakang memasuki gang sempit sambil bersenandung .
" Mba, Ning ikut ke rumah Ibu Rosa ya ? tanya Ning memperhatikan Nana yang sedang menyusun kue ke dalam baki. Tumben , biasanya juga ngga , apa udah bosan bermainnya ? sahut Na tapa menoleh.
" Ngga, Ning mau bantu mba Na saja, masa Mba Na setiap hari anterin kue sedangkan Ning malahan sering main tak pernah memnbantu."
" Ning cimut kan masih kecil , jadi kerjaannya ya main jawab Na asal asalan."
" Apa mba Na dulu juga seperti Ning ? Mba Na dulu kerjanya main juga?"
" Na diam , berusaha mencari jawaban yag tepat. Dulu beda sama sekarang sayang dulu ngga ada yang bantuin ibu."
" Jadi Mba Na dari kecil udah membantuin Bu? udah kerja?
Na mengangguk ." Tapi bukan berarti mba ngga main sesekali mba juga main ngga selalu bantuin ibu.
" jadi ... Ning ikut mba yaa..? Na terseyum dan mengangguk.
" Kapan ya , mba kita bisa kaya? tiba tiba Ning bersuara.
" Kok , nanya seperti itu ? memangnya kita miskin?" tanya Na . " Ning masih makan tiga kali sehari kan? masih punya sepatu, masih suka jajan kan ..."
" Ning sayang , kita harus bersyukur dengan apa yang sudah Allah berikan , masih banyak orang yang tidak seberuntung kita , dan ingat semakin banyak harta yag kita miliki, maka semakin besar pertanggungjawabnya nanti ."
Ning diam , bingung karena ndak mengerti apa yang dijelaskan Na. Sebelum masuk rumah ibu Rosa na berpapasan dengan pengemis , " na masukan dua kue ke dalam plastik , Ning kasih kan sama ibu itu."
" Ternyata kita jauh lebih baik dari ibu tadi ya mba?" Ning mulai bawel lagi
" Bukan hanya dari ibu itu , masih banyak orang yang jauh memprihatikan dibandingkan dengan kita, kita begini sudah sangat beruntung , adik manis. Makanya jangan pernah mengganggap kalau kita ini miskin.
( lagi - lagi bingung ada yang mauu bantu terusin ...^_^ )
4 komentar:
Irma Devi Santika mengatakan...
lebih enak jadi orang kaya hati, kaya ilmu, kaya iman, kaya teman, kaya saudara, kayak siapa ya itu? ehehhee..
semangat menulis, salam buat ibu ya :)
jengjuminten mengatakan...
Siaappp teteh Irma salamnya langsung disampaikan..^_^
hatur nuhun dah mampir..
Nik Salsabiila mengatakan...
eh...aku perhatiin...fiksinya oma minten tuh keren2 loh..
serius deh, pas banget, kisahnya juga ngalir...ga kaku.
Cuma aku ada saran oma...gmn kalo tanda bacanya lebih diperhatikan lagi. Misalnya huruf kapital untuk tiap awal kalimat, dkk..
Oma pasti bisaa...keep writing...^_^
jengjuminten mengatakan...
tante Nick matur suwun saran nya iyaa nanti lebih teliti again sama huruf kapitalnya siaappppppp bu komandan ...^_^
Posting Komentar